My Life is Dream : BAB V ( Rujak Pembawa Kenangan )

Posted By Dewa Wijaya on Wednesday, February 27, 2013 | 7:56 AM



Cerita ini adalah bab ke 5 dari 7 bab yang hendak aku buat. Mudah-mudahan kalian yang membaca dari setiap bab bisa menyukai semuanya. Saya tetap berpesan, jika ada kata-kata yang kurang berkenan dan ketidaksinambungan cerita mohon dimaklumu ( penulis masih belajar )

"Kring.......kring......kring" aku mendapatkan SMS dari Dian.

*Jam 10, kumpul di markas CCP di jalan Kembang Rampe No. 114 Dalung ya*


Tepat pukul 10, aku pun berangkat. Keadaan jalan tak cukup ramai sehingga memudahkanku untuk melaju kencang. Jarak yang dekat membuatku sampai dalam waktu 10 menit. Aku tiba disebuah rumah megah diitari pepohononan di depan tembok pagar. Pintu gerbang berukiran bali berwarna kuning keemasan membuat  glamor pandanganku. Aku menaruh sepeda motorku di depan pintu gerbang yang tertutup rapat. Aku memencet bel dan mencoba menggunakan intercom. Tak beberapa lama kemudian, Dian pun keluar.

"Cepat masuk, yang lain sudah menunggu!" seru Dian

"Baiklah,...!" jawabku.

Eksterior yang megah seakan mengingatkanku saat berada di luar negeri. Kolam ikan berhiaskan kebun anggrek disetiap sisi kolam. Ikan mas merah berenang dengan riang menyejukkan pandanganku. Jalan setapak yang di pagari oleh pot bunga indah seakan mengharumkan penciumanku. Aku berjalan mendorong  motorku hingga sampai ditempat parkir. Di ujung jalan setapak terdapat air mancur kecil membuat mataku tak dapat berpaling melihat kekaguman ini. Aku masuk melalui pintu depan yang begitu lebar. Di ruang utama, teman-temanku sudah menunggu.

"Ah, apa kalian sudah lama menungguku?" tanyaku

"Terlambat 5 menit!" seru BJ

"Hehe maaf...!" jawabku sambil melepas jaket.

"Sebaiknya, kita ke halaman belakang saja, disini sedikit panas!" kata Wahma.

"Yuk,...!" kata Putri yang sebelumnya serius dengan HP nya.

Interior rumah mereka tak kalah dengan eksteriornya. Dinding berwarna coklat kekuningan memberikan kesan mewah yang didampingi oleh Dekorasi lukisan besar. Disetiap lorong terdapat pot kaca yang ditanami tumbuhan hidroponik. Di ujung lorong terdapat seberkas cahaya terang. Saat aku keluar, terdapat sebuah kolam renang luas yang ditengahnya terdapat taman.

"Waw, markas kalian keren sekali" kataku dengan kagumnya.

"Iya nih, jadi pingin berenang!" seru Echik dengan riangnya.

"Durasi oi...!" seru Putri.

"Iya miss Ribet.....!" seru Echik yang hendak mendekati kolam renang.

"Silahkan duduk disana,...!" kata Gus De dengan ramahnya.

Aku dan yang lainnya duduk di kursi kayu yang dilengkapi dengan payung agar membuat suasana lebih teduh.

"Baik, sekarang kita pikirkan strategi yang paling efektif!" kata Dian dengan seriusnya.

"Eh, ngomong-ngomong WS dimana?" tanyaku yang sebelumnya hanya bertopang dagu.

"Aku datang.........!" teriak WS sambil membawa 8 piring rujak mangga.

"Aw, gigiku ngilu!"seru Echik.

"Ah belum juga makan udah ngilu" kata WS yang hendak memberikan rujak itu kepada kami.

"Nikmat deh, aku makan duluan ya!" seru Wahma dengan senangnya.

Tak beberapa lama kemudian,

"Friend, kok perut aku mules ya" kataku sambil memegang perut.

"Mules kenapa?" tanya WS

"Duh,..duh WC nya dimana ya Dian?" tanyaku.

"Di ujung kolam belok kiri, ada jalan ke bawah tanah di sebelah kanan" jawab Dian sambil menyiup kaldu rujak dengan lahapnya.

Aku berlari kencang menyusuri kolam renang.

"WS, kamu isi racun apa buat tu anak mules?" tanya Putri.

"Tidak ada kok, palingan kondisinya kurang baik saja" jawab WS.

"Eh eh, aku dapat SMS dari Oming!" seru Putri.

"Apaan isinya Tik?" tanya Echik penasaran.

*Friend, kalian rundingankan saja strateginya. Aku sudah tak tahan lagi nih, aku harus membeli obat dulu*

/Apotek/

"Mbak, ada obat untuk mengobati poop terlalu lancar tidak?" tanyaku yang mencoba menahan rasa mules.

"Ada kok, tapi kalau sakit berlanjutan, hubungi dokter ya!" katanya sambil menunjukkan obat.

Setelah membeli obat, aku bergegas pulang dan mengobati rasa sakitku.

*Rumah*

Aku mengirim SMS ke Putri.

*Tik, minta no. HP nya CCP and Echik GPL yaw!*

Tak beberapa lama kemudian, aku mendapatkan no. yang aku minta. Tiba-tiba, terdengar hentakan kaki yang pelan menyusuri ruang tamu.

"Tolong belikan Ibu selendang polos warna hijau di butik Y. Tari ya!" kata Ibu yang tiba-tiba menyuguhkan selembar rupiah berwarna biru.

"Butik Y. Tari, dimana itu Bu?" tanyaku sambil mengoleskan aroma terapi.

"Tempatnya di Sempidi, karena keadaan disana agak berbeda, maka Ibu membuatkanmu denah!" seru Ibu.

"Baiklah Bu, aku akan segera berangkat!" kataku yang hendak beranjak dari sofa.

"Hati-hati ya!" kata Ibu dengan lembutnya.

Hari keempat di Bali sungguh tak terasa. Kemilau warna lembayung senja mengitari perjalananku. Setiap hari, aku selalu mendapatkan pelajaran yang begitu bermakna. Dalam perjalanan menuju butik aku selalu berpikir, keadaan teman-teman. Alangkah bersyukurnya aku bisa bersahabatnya dengan mereka.

15 menit perjalanan, terlihat bangunan modern dengan baliho bertuliskan "Butik Y. Tari"

"Wah, sepertinya sudah sampai!" pikirku.

Aku memarkirkan sepeda motorku. Pandanganku sejenak teralihkan oleh sesosok yang tak asing lagi bagiku.

"Echik, kamu sedang apa disini?" teriakku

"Eh, aku sedang melihat-lihat dress nih, untuk konser bulan depan di Las Vegas!" kata Echik yang hendak menghampiriku

"Wah, keren sekali kamu chik! konser dimana-mana!" kataku kagumnya.

"Ah, tidak seperti yang kamu pikirkan kok, oh ya kamu sedang apa disini?" tanya Echik

"Aku diminta Ibu untuk membeli selendang hijau!" jawabku.

"Ya sudah, kamu mau ke butik yang mana? disini ada banyak!" tanya Echik.

"Itu, Butik Y. Tari!" seruku

"Kebetulan sekali aku juga mau kesana, aku baru pertama kali jalan-jalan kesini semenjak pulang dari Paris seminggu yang lalu. kelihatannya keren sekali tu butik, seperti istana saja!" jawab Echik

"Ayo, nanti keburu malam!" kataku.

Terlihat dari kejauhan ukiran bangunan bercorak Bali dan British. Tembok berwarna coklat muda yang memiliki tinggi  ratusan meter membuat sekujur tubuhku merinding olehnya. Di depan lobi terlihat motif-motif pakaian terpajang dalam kaca bening. Udara yang sejuk namun alami memanjakan penciumanku di setiap sudut bangunan.

"Wah, bajunya keren-keren nih, tapi aku ingin dibuatkan baju dengan rancanganku sendiri!" seru Echik dengan kagumnya.

"Hmm, memangnya kamu bakat merancang busana?" tanyaku dengan girangnya.

"Eh enak aja, gini-gini aku jago apapun lo!" kata Echik sambil menatap kain endek yang masih populer di abad ini.

"Sini aku liat rancanganmu!" kataku dan mengambil selembar kertas yang dipegangnya sejak tadi.

"Lumayan juga sih, tapi aku lebih suka liat motif baju di butik ini" kataku.

"Ya sudah, aku mencari disainernya dulu, siapa tau dia bisa memperbaiki rancanganku!" jawab Echik yang mengambil kertas rancangannya dan bergegas pergi.

Di ujung lobi, Echik bertemu dengan seorang yang mengenakan sebuah seragam dengan menggunakan label Y. Tari. Dia mencoba menghampirinya dan menanyakan sesuatu.

"Mbak, disainer di butik ini siapa ya?"

"Oh mbak Y. Tari, dia ada di ruang kerjanya di lantai 5!" kata pegawai yang sibuk merapikan kain brokat.

"Bisa aku bertemu dengannya?" tanya Echik.

"Bisa!" kata si pegawai yang sebelumnya menunda pertanyaan Echik untuk menelpon sang disainer.

Echik menaiki lift modern dengan kecepatan tinggi. Lantai 5 dapat ditempuh hanya dalam waktu 2,5 detik saja. Saat lift terbuka, Echik melihat sesosok wanita cantik yang menggunakan kaca mata hitam sedang mengambil buku dalam sebuah rak besar.

"Permisi, apakah anda disainer disini?" tanya Echik dan
melangkah pelan menghampirinya.

"Betul, ada yang bisa saya bantu?" tanya disainer yang hendak berbalik badan menemui Echik.

"Begini, saya ingin dibuatkan.................Yuni, itu kamu kan!" kata Echik dengan terkejut sesaat sang disainer membuka kaca matanya.

"Echik, benar ini Echik! tak disangka kita bisa bertemu seperti ini!" kata Yuni dengan senangnya.

Yuni, seorang gadis cantik penuh dengan keceriaan. Teman yang selalu membangkitkan semangat rikala sedih maupun susah. Memiliki sifat dewasa penuh dengan ketangguhan. Tak disangka setelah belasan tahun lamanya, akhirnya Echik dapat bertemu dengan Yuni secara kebetulan.

"Tunggu dulu, butik Y. Tari berarti Yuni Tari kan?"

"Iya, semasa SMP dulu, bukannya kita pernah menggunakan nama belakang sebagai sapaan, aku tak dapat melupakan hal itu, butik ini bisa dibilang penuh dengan kenangan SMP!" kata Yuni yang hendak mengajak Echik duduk di kursi sofanya.

"Waw, aku tak bisa mengira akan bertemu denganmu!" kata Echik yang memeluk Yuni dengan erat.

"Iya chik, aku begitu rindu dengan semua sahabatku!" kata Yuni

"Hmm, kedatanganku kesini sebenarnya ingin memperbaiki rancangan dressku, apa kau mau membantuku?" tanya Echik.

"Tentu, aku akan berusaha, ngomong-ngomong, mengapa kau tak ada kabar selama ini!" Tanya Yuni sedihnya.

"Masa lalu tak perlu diungkit lagi, yang jelas kita bisa bertemu kembali, saat ini kami semua sedang ada masalah!" jawab Echik

"Kami siapa? masalah apa? membingungkan sekali dunia ini! seru Yuni yang kebingungan.

"Begini,........kring........kring.....!" saat Echik hendak berbicara, terdengar suara telephone.

"Halo,....*****..........Apa???!" jawab Yuni lewat telephone setelah mendengar kabar genting yang terjadi di lantai bawah.

"Apa yang terjadi Yun?" tanya Echik dengan penasaran.

"Begini, tadi ada orang yang membeli selendang hijau, saat hendak membayar ke kasir, dia pingsan secara mendadak" jawab Yuni yang hendak menuju kebawah.

"Apa?? itu sepertinya oming!" seru Echik

"Oming siapa?" tanya Yuni

"Tak ada waktu menjelaskan, sebaiknya kita cepat bawa dia ke RS terdekat!" seru Echik yang bergegas menuju lantai bawah.

Tak beberapa lama kemudian.

"Vin, dimana orang yang pingsan tadi?" tanya Yuni kepada pegawainya.

"Tadi, satpam sudah bawa dia ke RS!" kata pegawainya.

"RS Kapal?" tanya Yuni

"Ya..!" jawab si pegawai.

"Ya sudah, sebaiknya kita bergegas ke RS, pakai motorku saja!" seru Echik.

"Ya...!" jawab Yuni yang hendak mengambil helm.

*RS*

Echik dan Yuni menyusuri RS dan mencoba bertanya kepada seorang satpam yang berada di depan RS.

"Pak, tadi lihat seorang satpam yang mengantar orang pingsan ke RS ini?" tanya Echik

"Iya, tadi dia masuk kesini, coba saja cari di loket administrasi, jika tak ada bisa tanyakan suster di dalam" kata Satpam itu.

Yuni dan Echik segera mungkin masuk kedalam.

"Eh Yun, satpam itu pegawaimu kan?" Tanya Echik sambil menunjuk seorang satpam yang duduk di kursi depan loket administrasi.

"Iya Chik, ayo kita hampiri!" kata Yuni

"Pak, orang yang tadi pingsan, sudah dirawat? tanya Yuni.

"Sudah, ini lagi membayar administrasinya, nanti suruh dia ganti rugi ya! kata si satpam.

"Dasar oming, merepotkan saja!" kata Echik.

"Apakah oming yang kamu maksudkan itu si manusia chocho chips?" tanya Yuni dengan penasaran.

"Iya,......! seru Echik.

"Wah, kok bisa kebetulan begitu berkunjung ke butikku, dunia memang sempit haha!" kata Yuni.

"Pak, ruangan oming dimana?" tanya Echik

"Di kamar no 45,..!" kata satpam.

"Baiklah, kami kesana dulu pak" kata Yuni

*Kamar no 45*

"Wah, itu oming ya, belum sadar ni anak!" seru Yuni.

"Sudah jangan ganggu dia, kondisinya hari ini kurang baik, tadi pagi saja perutnya sakit gara-gara rujak" kata Echik yang hendak duduk di kursi sofa.

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka perlahan. Terlihat pakaian berwarna putih hendak menuju kamar ini. Dalam waktu sekejap, sosok wanita cantik dan manis ini membuat pandangan Echik dan Yuni hampa sesaat.

"Yun, kok rasanya orang ini tak asing bagiku ya?" bisik Echik.

"Benar, seperti pernah liat tapi dimana ya?" bisik Yuni.

Wanita itu tak sedikitpun menoleh kepada mereka. Dia hanya pergi ke kamar ini untuk memeriksa keadaanku saja.

"Chik, kok mirip Yulia ya?" tanya Yuni.

"Hah ia, pasti itu Yulia, kamu pintar sekali Yun!" bisik Echik.

"Terima kasih, kamu juga haha!" bisik Yuni.

~~~~~^^^^^~~~~~~~~~~
"Hah, ini kan Oming!!" secara spontan si perawat mengeluarkan suara beratnya yang sebelumnya hendak memeriksa keadaanku.

"Tak salah lagi, itu Yulia!" teriak Echik dan Yuni.

"Echik...... Yuni....... itu kaliankah?" tanya Yulia yang menoleh kearah sofa.

"Yulia......!" Yuni beranjak dari sofa dan segera mungkin memeluk Yulia.

"Ssst, kurasa oming sedikit terganggu deh, teriakanmu kecang sekali Yun!" kata Yulia yang membalas pelukan hangat dari Yuni.

"Eh, jangan lupakan aku.....!" Echik pun ikut memeluk Yulia.

Tiba-tiba
"Hah, ada apa ini.............?" teriakku yang sebelumnya pingsan hampir puluhan menit.

"Oming............!" teriak Yuni dan Yulia

"Echik, wanita itu siapa? itu kenapa pada meluk perawat?" tanyaku yang begitu panik

"Apa kamu tak tau, mereka itu…………………....!" kata Echik yang terpotong
oleh pembicaraanku

"Tunggu,.... wanita itu mirip Yuni, dan si suster itu mirip Yulia, apa aku masih pingsan?" kataku dengan bingungnya.

"Mereka itu, memang Yuni dan Yulia.......!" kata Echik dengan senangnya.

"Hah, semakin membingungkan, tapi aku senang bisa melihat kalian semua, bolehkah aku memeluk kalian semua?" tanyaku dan membangunkan badanku.

"Kamu kan sahabat kita"
"Ia lagipula kami ingin mengenang masa lalu"
"Tentu, mengapa tidak?"
kata Echik, Yulia, dan Yuni bergantian.

"Terima kasih teman, kalian baik sekali!" kataku dengan bahagianya sambil memeluk para sahabatku.

"Sepertinya, tak enak juga jika aku selalu mengatakan hal ini  setiap aku bertemu dengan kalian, kawan terbaikku. Maukah kau mengatakan misi kita saat ini chik?" tanyaku.

"Tentu saja,....!"

"Memangnya ada apa chik?" tanya Yulia dengan penasaran.

"Tunggu, apakah ini masalah yang kamu mau bilang tadi chik? sempat terpotong oleh suara telephone di ruang kerjaku!" tanya Yuni

"Iya Yun,
begini kisahnya, Riza kabur dari rumah tanpa alasan yang jelas, kami semua berencana mencarinya, kasihan keluarga mereka, apa kalian berdua mau membantu kita dalam misi besar ini?" tanya Echik.

"Buset,.......!" seru Yulia.

"Aku sih bisa-bisa aja, tapi siapa yang jaga butikku?" Tanya Yuni

"Kurasa ada solusi untuk itu, adikku baru saja lulus dari universitas design di Australia, kurasa dia bisa menggantikan posisimu sementara"

"Apa dia sudah pernah berpengalaman merancang pakaian sebelumnya?" tanya Yuni.

"Ya belum lah, baru juga lulus kemarin, walaupun begitu kurasa dia berbakat untuk melakukannya" kata Echik.

“Tunggu dulu, ini semakin membingungkan saja, jika adikmu pintar design, kenapa kamu datang ke butikku untuk di buatkan dress?” Tanya Yuni heran.

“Ya, tak ada salahnya mencari desainer yang lebih berpengalaman kan? Hehe!” jawab Echik.

"Oh Begitu,  kalau kamu percaya akan adikmu untuk menjaga posisiku sementara, pasti aku percaya juga, oke aku ikut dalam misi kalian!" kata Yuni yang hendak mengambil tisue karena pilek.

"Bagaimana denganmu Yulia?" tanyaku.

"Sebenarnya, perawat adalah pekerjaan tambahanku. Pekerjaan utamaku adalah Chef, Minggu depan aku akan ke Paris, bagaimana dong?" Tanya Yulia.

"Hmm, Boleh aku tau, dalam satu minggu kedepan, kamu kerja sebagai perawat jam pagi atau malam? Tanya Echik

"Satu minggu ini kebetulan kerja malam, memangnya kenapa?!" tanya Yulia

"Kurasa, kami takkan sampai malam melakukan pencarian, dan misi ini ditargetkan hanya 1 minggu, pekerjaanmu di Paris bisa berjalan sesuai rencana. Bagaimana bisa kan?" Tanya Echik.

"Baiklah, kurasa bisa!" jawab Yulia.

"Nah, sekarang sudah sip, echik bisa bantu memberi mereka no telpon kawan-kawan yang lainnya? tanyaku.

"Masalah itu gampang, sini aku minta no kalian!" jawab Echik.

"Nih chik, kartu namaku!"
"Ini kartu namaku juga!"
sahut Yuni dan Yulia bergantian sambil memberikan kartu nama kepada Echik.

"Eh, selama ini kalian kemana sih tak ada kabar?" tanya Yulia.

"Ah, itu masa lalu, sebaiknya kita berkonsentrasi di masa sekarang saja!" jawabku.

"Apa kau membaca pikiranku ming? aku selalu mengatakan kata-kata itu jika seseorang bertanya tentang kabar dimasa lalu! tanya Echik.

"Haha, tidak juga! kataku.

"Oh ya, ini sudah malam, aku sebaiknya pulang dulu. Yun, mengenai dress itu, kurasa adikku akan bisa membuatnya!" kata Echik.

"Baiklah chik, oh ya ming, ini selendangmu yang tadi, mengenai administrasi rumah sakit sudah kubayar, tak usah khawatir!" kata Yuni.

"Terima kasih Yun, kurasa aku sudah baikkan, bagaimana Yul? aku bisa pulang sekarang kan?" Tanyaku.

"Sebentar aku cek dulu" jawab Yulia.

Tak beberapa lama kemudian

"Kamu sudah bisa pulang sekarang, hati-hati dijalan ya!" kata Yulia

"Iya, terima kasih Yul, tunggu kabar dari Echik ya!" kataku

"Ya......!" seru Yulia.

"Eh koncreng, kapan-kapan buatkan aku masakan yang enak ya hehe!" seruku.

"Sip deh haha!" jawabnya.

Echik, Yuni dan Yulia, memiliki hati seputih salju. Kebaikan yang tulus selalu terpancarkan dari dirinya. Aku akan selalu bersyukur mempunyai teman seperti mereka.


/catatan perjalanan hari ini/

Gemerlapan bintang seakan memudar oleh hitamnya langit. Perlahan tampak perlahan sirna. Perlahan hilang perlahan kembali. Seperti kata perpisahan dan pertemuan. Malam ini, begitu unik dari malam sebelumnya. Terkadang aku berpikir, dunia ini begitu sempit. Biasanya, pertemuan secara kebetulan, hanya terjadi dalam sebuah drama. Pemikiran itu kini sirna dan berubah menjadi sebuah pembuktian. Orang yang kita sayangi, memang benar dekat dengan kita. Bukan hanya terkenang dalam hati, melainkan hati kita mengarahkannya menuju sebuah kenyataan.
Blog, Updated at: 7:56 AM

0 komentar:

Post a Comment

1 Komentar anda sangat berarti bagi kami. Karena komentar andalah yang menjadi semangat bagi kami.

Anda bebas berkomentar, asal jangan mencantumkan link hidup pada komentar. Bagi yang mencantumkan link hidup pada komentar, dengan berat hati komentar anda akan segera kami hapus.