Mother, I Believe

Posted By Anonymous on Saturday, March 30, 2013 | 5:30 AM


Aku terbangun dari tempat tidur. Teringat bahwa hari ini adalah hari istimewa yang aku tunggu dari dulu. Tanpa mencuci muka, aku bergegas keluar kamar menuju ruang makan menemui Ibu. Semoga, Ibu tak lupa kalau hari ini adalah hari yang spesial. Ibu sudah menungguku di ruang makan. Aku hendak menyapanya dari balik pintu. Sedikit aneh, biasanya Ibu menoleh jika aku memanggilnya. Ruang makan terlihat berbeda dari sebelumnya. Aku tak melihat makanan yang Ibu sajikan di atas meja. Bahkan aroma hangat teh, tak tercium sedikitpun. Yang ada hanyalah setumpuk amplop yang tingginya setara dengan vas bungaku. Apa yang sesungguhnya terjadi pada Ibu.


"Bu ada apa ini?" aku mencoba bertanya. Ibu hanya membisu seribu bahasa. Aku curiga, apa sebenarnya isi dari dalam amplop itu. Saat aku membukanya, aku mengambil selebaran kertas yang penuh berisi angka-angka. Jantungku berdenyut kencang ketika aku membaca tulisan, yang bertuliskan "Biaya sewa kontrakan". Pikirku, setumpuk amplom itu semuanya berisi tentang biaya sewa kontrakan rumahku. Pagi itupun, aku tidak makan sedikitpun. Aku merasa kasihan pada Ibu yang hanya bisa duduk termenung. Andai saja Ayah tidak menikah dengan wanita lain, pasti nasib keluargaku tidak seperti sekarang ini. Mulai terpikir dalam benakku, untuk mencari nafkah membantu Ibu membayar biaya kontrakan yang sudah nunggak berbulan-bulan.

Hari mulai siang, "Oh My God" kata itu spontan keluar dari mulutku. Tak biasanya, aku lupa tentang sekolah. Aku bergegas mandi dan menyiapkan segala sesuatu yang aku perlukan untuk bersekolah. Sungguh malangnya lagi, aku lupa menaruh ikat pinggangku. Pusing tujuh keliling aku mencari-carinya. Dengan keadaan terpaksa, aku bersekolah tanpa ikat pinggang. Sebelum berangkat, aku sempat berpamitan dengan Ibu. Kali ini aku bahagia, Ibu masih bisa mengangguk kepadaku. Saking senangnya, aku mencium pipinya. "Semoga, Ibu baik-baik saja selama aku pergi meninggalkannya" seperti itulah doa yang aku panjatkan untuk Ibu. Tampak begitu berbeda suasana hari ini. Biasanya jalanan dipenuhi oleh para petani yang hendak menuju ke sawah. Mungkinkah aku terlambat. Aku begitu panik. Kejadian ini memang tak pernah ku alami sebelumnya. Aku berlari secepat mungkin  menampaki jalanan pedesaan yang penuh dengan kerikil. Dengan nafas ngos-ngosan dan tubuh dipenuhi keringat dingin aku berjuang agar tiba di sekolah tepat waktu.

Tiba-tiba aku dihentikan oleh suara aneh, yang terdengar tidak jauh dari tempat kuberada. Aku menduga itu suara motor yang hendak melintas di jalan ini. Biasanya, didesaku yang terlintas hanyalah para pejalan kaki. Mengingat jalan pedesaanku sempit, aku menempel pada tembok rumah warga. Saat motor itu mendekat, "Praat" aku terkena cipratan air. Tak diduga sama sekali, ternyata aku berdiri disamping genangan air bekas hujan tadi malam. Hah, sungguh malang
nasibku hari ini. Akankah hari yang istimewa ini berubah menjadi hari menyebalkan.

Huh, beruntung aku masih tiba di sekolah tepat waktu. Tapi aku masih sedikit khawatir kejadian buruk apalagi yang akan kualami di sekolah ini. Aku bergegas menuju ruangan kelas. Teman-temanku menyapa dengan wajah riang. Aku berharap, semoga kejadian-kejadian aneh tadi, bisa terobati di sekolah Saat jam istirahat, aku melihat mading. Wow, ada perlombaan olimpiade fisika. Aku begitu riang, ketika membaca pengumuman itu. "Mungkin, ini adalah salah satu cara untuk membantu Ibu, mumpung hadiahnya cukup untuk membayar biaya sewa kontrakan" pikirku dalam hati.Karena lomba dimulai siang hari, aku tak bisa pulang cepat untuk menemani Ibu dirumah. Inginku mengabarinya, tapi aku tak ada uang untuk menelpon lewat telepon umum. Aku hanya bisa berharap semoga Ibu tidak marah. Hari semakin panas, aku sangat lapar dan haus. Tapi aku menghiraukannya dan berusaha untuk menjalani lomba dengan penuh semangat. Saat lomba dimulai, aku menjawab soal itu dengan penuh harapan untuk mengembalikan senyuman Ibu. Aku hanya mengandalkan pengalaman dan kerja kerasku dalam belajar Fisika.

Lomba pun usai. Tiba saatnya untuk pengumuman para pemenang. Walaupun menunggu hasil cukup lama, akhirnya penantian itu segera berakhir. Aku begitu grogi. Tak lupa, aku selalu berdoa dalam hati. Saat itu merupakan detik-detik paling mendebarkan dalam hidupku. Hati kecilku bergetar, ketika para juri menyebut namaku sebagai pemenang, aku jingkrak-jingkrak seperi orang gila. Waow, kerja kerasku selama ini tidak sia-sia. Aku mendapatkan piala, dan uang tunai yang begitu besar. Aku sangat bersyukur akan anugerah yang dilimpahkan Tuhan kepadaku.

Untuk memberikan kejutan kepada Ibu, aku langsung membayar uang sewa itu diam-diam. "Mudah-mudahan, Ibu bisa tersenyum kembali" harapanku untuk Ibu. Aku bergegas pulang untuk memberikan kejutan ini kepadanya. Setibanya dirumah, aku menuju ruang makan. Aku kaget, Ibu tak ada disana. Aku pun mencari Ibu kemana-mana, tapi tak ada dimanapun. Terlintas pikiran untuk pergi ke halaman belakang. Saat menuju halaman belakang, aku melihat Ibu jatuh di teras. Aku begitu panik. Beruntung, telepon berada disampingku. Aku secepat mungkin menelpon ambulan.

Setibanya dirumah sakit, aku hanya bisa pasrah akan keadaan. Tapi aku masih percaya bahwa kekuatan cinta anaknya bisa menyelamatkan Ibunya dari kesulitan. Aku duduk menunggu di depan ruang ICU. Tak beberapa lama kemudian, dokter menghampiriku dan berkata, "Nak, Ibumu selamat! ini berkat doamu!". Mendengar kabar gembira itu, wajahku yang semulanya penuh dengan air mata berubah seketika. "Bolehkah saya melihatnya Dok?" aku bertanya dengan semangatnya. Dokter itu memperbolehkan aku melihat Ibu. "Bu, ini aku! Ibu tak apa-apa kan? begitulah pertanyaanku. Aku semakin senang, Ibu bisa tersenyum kepadaku. Sungguh aku bersyukur akan anugerah di hari yang semula menyebalkan menjadi istimewa ini. Aku pun menceritakan, bahwa aku telah membayar lunas sewa kontrakan. Ibu yang semula membisu, kini dapat berbicara kepadaku. Dia begitu bangga kepadaku. Sungguh begitu indah hari ini. Ini memang hari yang istimewa, selain aku dapat membuat ibu bahagia, hari ini merupakan hari ulang tahun Ibu.

"Selamat Ulang Tahun Ibu. Kasih sayangku akan selalu terpancar sepanjang masa. Tetap tersenyum ya!" Begitulah kalimat yang aku ucapkan sebagai ungkapan rasa kasih sayangku di hari yang istimewa ini.

Pengarang : Mingming Potter Facebook dan Twitter

Blog, Updated at: 5:30 AM

3 komentar:

1 Komentar anda sangat berarti bagi kami. Karena komentar andalah yang menjadi semangat bagi kami.

Anda bebas berkomentar, asal jangan mencantumkan link hidup pada komentar. Bagi yang mencantumkan link hidup pada komentar, dengan berat hati komentar anda akan segera kami hapus.