My Life is Dream : BAB VII ( The Step Sister / Saudara tiri )

Posted By Dewa Wijaya on Thursday, February 28, 2013 | 11:44 AM


Ini adalah serial ke 7. Tapi aku menunda episode terakhir dari ceritaku ini yang semula di BAB 7 menjadi BAB 8 atau BAB 9 tergantung situasi kondisi. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini.  Dan, apabila terdapat kesalahan penulisan maupun ketidaksinambungan cerita, mehon dimaafkan.

*****************************************************

~~~Markas CCP~~~
Pagi hari, kami berdiskusi lebih awal dari biasanya. Fajar belum menampakkan senyuman manisnya. Suara ayam berkokok belum terdengar dalam pendengaranku. Saat itu Echik, Yulia dan Putri tak kunjung datang dalam rinai hujan yang perlahan turun deras.


Hasil diskusi menyatakan bahwa beberapa dari kami akan pergi ke Korea. Namun, sesuatu yang buruk telah terjadi ketika aku mengucapkan sebuah kalimat yang tak seharusnya kuucapkan.

"Duh, aku tidak punya uang!" aku mencoba mengelak keinginan CCP untuk menyumbang.

"Bukankah tak adil jika hanya kami yang mengeluarkan uang untuk pergi ke Korea? apa kau tak memikirkan biaya transport yang begitu mahal?" Dian mencoba mempertegas.

"Walau aku sedikit lancang, kurasa bukan saatnya untuk bertingkah adil!" aku membalas perkataan Dian.

"Ah, apa begini tingkahmu setelah merengek, menangis, dan memohon kepadaku untuk mencari Riza?" ketegangan mulai muncul saat Dian mengucapkan kata ini kepadaku.

"Aku pikir, kalian tulus untuk membantunya!" begitu berat kuucapkan kata itu setelah Dian melotot kepadaku.

"Sudah, aku tak ingin masalah ini menjadi rumit, kurasa aku tak sanggup lagi memikirkan semua ini!" Dian memalingkan pandangannya dariku dan meninggalkan kami semua.

"Dian benar, buat apa kita repot-repot kalau keadaannya seperti ini!" WS menyambar dengan dingin.

"Apa salahku? aku hanya menyampaikan pendapatku, apa aku tak berhak berkata seperti itu?" aku mulai gugup.

"Sudah kamu pergi saja dari sini.....! wajahmu sudah tak diterima lagi di tempat ini!" Dian membalikkan badannya dan menatap wajahku dengan tajam.

"Yuni, sebaiknya kamu pulang dulu, situasi seperti ini sudah biasa terjadi diantara kami!" Gus de mencoba menjadi penengah.

Dengan langkah yang berat, aku keluar bersama sepoi angin menyelimuti dinginnya perasaanku. Yuni enggan berbicara denganku. Entah apa yang ia pikirkan sekarang. Dengan langkah yang cepat ia pergi meninggalkanku tanpa mengucapkan selamat tinggal kepadaku.

Aku perlahan melangkah, dalam derasnya hujan yang kian menyiksa kalbu. Menggiring sepeda motor yang kebetulan tak berisi bensin, membuat lengkap kejadian buruk yang kualami saat ini. Semua orang membisu tanpa bahasa, yang terdengar hanya suara air yang jatuh dari langit.

Tiba-tiba terdengar klakson yang begitu kencang membuat mata ingin memandangnya. Itu hanya mobil yang tak mempunyai hati dengan sengaja memberiku hadiah air coklat berlumuran pasir.

Tak sanggup lagi menahan suasana hati yang tak baik membuat sekujur tubuhku lemah tak berdaya. Terbaring lemas ditemani langit yang kelabu. Tiada orang yang peduli, hanya air hujan yang menghiburku.

Beberapa lama kemudian, terlihat seberkas cahaya menyinari sekujur tubuhku. Langit yang semula kelabu kehitaman berubah menjadi biru menyejukkan hatiku. Kukira, saat aku pingsan akan ada orang yang menolongku seperti dalam drama film. Mungkin hidup ini tak seperti drama. Sepeda motorku tergeletak begitu saja di sebelah hamparan rumput jalanan. Suasana jalan yang lengang membuat gemercik air sisa hujan tadi terdengar lembut.

Dengan tubuh yang begitu lemas, aku beranjak dari tidurku. Kembali menggiring sepeda motor menuju kios bensin. Aku mencoba meraba dompet yang berada di saku belakangku. Saat kubuka isi dompetku, hanya foto dan surat-surat penting saja yang ada di dalamnya.

"Hah,.....kenapa aku rela mengorbankan pekerjaanku demi dia?" aku mulai putus asa.

Dengan terpaksa aku menuju ke rumah, berjalan kaki ditemani langit yang mulai tersenyum kepadaku.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~Markas CCP~~~

"Dian, aku tak bisa berhenti memikirkan nasib Oming?" Gus De mengajak bicara Dian yang hanya duduk termenung disamping kolam.

"Duh, bisa gak sih berhenti mikirin tu orang!?" Dian menjawab penuh emosi.

"Bagaimana pun juga, dia itu teman kita, bagaimana mungkin kau begitu tega mengusirnya!" Gus De terlihat peduli.

"Gus, aku lagi ingin sendiri!" Dian mulai gelisah.

Tiba-tiba, terdengar hentakan kaki yang cepat menuju kolam.

".....Dian................!" Wahma berteriak dengan histeris.

"Duh, ini lagi, mau apa sih?" Dian semakin resah.

"Aku mendapatkan surat dari Oming!" Sepucuk surat berwarna putih pucat, ditunjukan Wahma kepada Dian.

"Surat? gak jaman banget tuh orang, paket surat-suratan segala!" Dian terlihat menolak.

"Tapi, surat ini ditulis pada tanggal saat kita konser terakhir!" Wahma berusaha memperlihatkannya.

"Memangnya berisi apa?" Gus De bertanya dengan penasaran.

"Nih baca sendiri aja!" kata Wahma.

*Dian dan teman sekalian, terima kasih telah membantuku dalam misi ini. Saat kita berhasil menyelesaikan misi ini, aku akan berusaha memberi hadiah yang mungkin bernilai lebih dari jutaan dolar*

"Eh, kenapa surat itu baru diterima sekarang? bukannya Dalung dan Buduk tak begitu jauh jaraknya, tapi kenapa dia mengirim surat? bukannya dia punya HP ya?" Gus De menjadi bingung.

"Kurasa, itu terselip!" seru Wahma.

"Aku tak percaya yang ia katakan, memangnya dia punya duit? mau nyumbang 1 juta saja gak mau!" Dian begitu kesal.

"Sudahlah Dian, kurasa Oming tak salah, mungkin saja dia memikirkan teman-teman yang lain!" Gus De mencoba menjelaskan.

"Maksudmu apa Gus? bukannya teman-teman yang lain tak kalah sukses seperti kita? Oming kan sukses juga, kenapa dia begitu pelit?" Dian kembali mempertegas.

"Hah, mungkin dia punya alasan tersendiri untuk itu, yang jelas setidaknya kamu berbaik hatilah sedikit, dia kan sudah banyak membantu kita selama ini, jika tak ada dia, mungkinkah kita bisa bertemu dengan kawan yang lainnya, apa kau ingin hidup  terisolasi untuk bersembunyi dari fans yang begitu fanatic itu?" Gus De sangat prihatin.

"Sudah, aku tak ingin memikirkannya lagi!" Dian begitu kesal namun bingung.

~~~Rumah Putri~~~

Sementara itu, Yuni secara diam-diam datang ke rumah Putri.

"Putri, kenapa kau tak datang?" Yuni bertanya dengan cemas.

"Maaf, aku sedang flu, tak memungkinkanku berjuang melewati hujan yang begitu deras!" Jawab Putri dengan penuh rasa bersalah.

"Tik, bisakah kau sms Echik dan Yulia untuk datang kesini? ada sesuatu yang ingin kusampaikan! Kata Yuni.

"Ya, segera ku sms!" sahut Putri.

*30 menit kemudian, Echik dan Yulia pun tiba di rumah Putri*

"Tik, apa tadi kamu ke markas CCP?" tanya Echik.

"Tidak.......!" jawabnya

"Lalu, apa tujuan kita datang kemari?" tanya Yulia penasaran.

"Begini friend, aku ingin memberikan kabar buruk kepada kalian!" Jawab Yuni dengan sedih.

"Kabar buruk......OMG!" Seru Yulia.

"Ceritanya berawal dari markas CCP, Oming menolak untuk menyumbangkan uangnya kepada CCP untuk pergi ke Korea, Keadaan itu membuat Dian marah, karena Dian tak ingin ketidakadilan di antara kita!" Jawab Yuni sambil memakan kentang goreng.

"Trus, apa itu berdampak buruk dengan misi kita?" Tanya Echik penasaran.

"Bahkan lebih daripada itu, Dian mengusir Oming dan membatalkan semua rencana kita!" jawab Yuni.

"Ya ampun, kenapa Dian bisa seemosi itu, bahkan aku rela kok kalau hanya aku yang menyumbang! kata Putri

"Artis juga manusia biasa kan Tik, tapi anehnya kenapa ya Oming menolak untuk menyumbang?" Kata Yuni herannya.

"Apa perlu kita selidiki?" tanya Echik.

"Kalau aku sih setuju-setuju saja, asal tak memakan waktu terlalu banyak!" Seru Yulia.

"Tapi, bagaimana dengan misi utama kita? tanpa CCP Band, bisakah kita menyelesaikan misi ini?" tanya Yuni dengan bingung.

"Sebaiknya, kita pikirkan Oming dulu, setelah masalah ini selesai, baru kita pikirkan cara selanjutnya untuk menyelamatkan Riza!" jawab Echik.

~~~My House~~~

"Tik, apa benar ini rumah Oming? kukira rumahnya telah berubah, ternyata tetap sama, seperti belasan tahun yang lalu!" Seru Yuni.

"Begitu misterius sekali ni anak, padahal pernah bilang kerja di Shanghai sebagai peneliti, aku ragu dia mengirimkan uang ke orang tuanya!" kata Putri heran.

"Hus, jangan menduga dulu sebelum ada kebenarannya, ayo cepat masuk kedalam!" seru Echik.

~~~Di dalam rumah~~~

"Permisi,.........!" seru Putri.

"Ia,......!" kata seseorang yang tiba-tiba menyapa Putri dan kawan-kawan dari balik jendela.

"Permisi tante, apa benar ini rumahnya Oming?" tanya Putri.

"Iya,......ada perlu apa ya?" tanya orang itu.

"Omingnya ada?" tanya Echik.

"Hmm, sepertinya Oming keluar bersama Orang tuanya!" kata orang itu.

"Oh, bisa kami tau, kemana ya?" tanya Yuni.

"Sepertinya, dia mengantar adiknya check up di rumah sakit?" jawab orang itu.

"Rumah sakit mana ya?" tanya Yulia.

"Rumah sakit Sanglah....!" jawabnya.

"Baiklah, kami pamit dulu tante, terima kasih informasinya!" kata Putri.

~~~RS Sanglah~~~
Rumah sakit yang telah berdiri sejak dulu ini, keadaannya sangat berubah. Arsitektur modern dengan teknologi canggih terlihat dimana-mana. Duo Y ( Yuni dan Yulia ) Echik dan Putri bergegas menemuiku.

"Friend, kok aneh ya, memangnya Oming punya adik?" tanya Yulia.

"Entahlah, kukira dia hanya punya 2 kakak!" kata Putri.

"Itu Oming disana!" Seru Yulia yang menunjukku.

"Ming sebenarnya ada masalah apa?" tanya Yuni yang menghampiriku bersama Echik dan Yulia.

"Tak ada masalah apa-apa, tidak ada sesuatu yang perlu dibicarakan!"  hanya muka hampa yang kuperlihatkan.

"Jangan seperti itu, kami hanya ingin tau tentang keadaanmu sekarang!" Kata Yulia dengan pedulinya.

"Sudahlah....!" aku pergi tanpa bertatap muka.

"Huh, apa yang harus kita lakukan sekarang, kurasa dia sedikit putus asa!" Yuni mulai gelisah.

"Friend, itu Ibunya, coba kita tanya saja!" seru Yulia yang menunjuk Ibuku sedang duduk di depan ruang check up.

"Bu, kami temannya Oming, boleh tau tidak, bukannya Oming tak punya adik? tanya Echik yang bergegas menghampiri Ibuku.

"Ah, sebenarnya kejadian ini terjadi 8 tahun yang lalu, saat itu ada seseorang yang tak bertanggung jawab meninggalkan seorang bayi malang tanpa dosa, awalnya Ibu ingin menitipkannya di panti asuhan, tapi Oming ingin Ibu merawatnya " kata ibu.

"Oh, memangnya dia sakit apa bu?" tanya Yuni heran.

"beberapa tahun yang lalu, dia divonis dokter mengidap penyakit leukimia, beruntung Oming memberikan sebagian gajinya kepada Sisil selama ia bekerja di Shanghai, bahkan semua tabungannya telah diberikan kepada adiknya untuk menjalani pengobatan, kurasa semua itu akan berharga bagi Sisil!" kata Ibu

"Wah, nama adiknya Sisil ya, bagus sekali namanya!" seru Yulia.

"Kurasa semua ini sudah jelas, terima kasih informasinya Bu!" kata Putri.

"Jadi apa rencana kita selanjutnya?" Echik mencoba bertanya.

"Sebaiknya kita memberi tahu CCP, kurasa Dian akan memaafkan Oming!" Kata Yuni.

~~~Ruang Tengah Markas CCP~~~
Saat Echik, Yulia , Yuni dan Putri tiba di markas CCP,  Dian masih menampilkan muka hampanya kepada mereka.

"Kedatangan kami kesini ingin meluruskan semua kesalahpahaman yang terjadi diantara kalian!" Kata yang begitu tegas terucap dari seorang Yulia.

"Haduh, pasti kalian merayuku kan?" Dian terlihat dingin.

"Kalian tau tidak, mengapa Oming tak ingin menyumbang?" Putri mencoba memberi pertanyaan.

"Sudah pasti lah, dia kan memang pelit!" WS kembali menyambar dingin.

"Salah besar kalian mengatakan itu, Oming tak ingin menyumbang karena dia mempunyai saudara tiri!" Echik bersemangat saat mengucapkan kalimat ini.

"What......saudara tiri? memangnya apa hubungannya?" BJ mulai berkata-kata yang sebelumnya sariawan sehingga enggan untuk berbicara.

"Yups, Oming mempunyai saudara tiri yang terkena penyakit leukimia alias kanker darah, pengobatan yang begitu mahal membuat semua tabungannya hanya untuk kepentingan adik tirinya!" Kata Echik.

"Ah, kurasa itu akal-akalan kalian saja, menurut aku akting kalian masih payah!" Dian tak mempedulikan perkataan Echik.

"Dian, sepertinya tingkahmu sudah kelewatan!" Gus De menjadi marah kepada Dian.

"Mana buktinya, omong kosong.........!" Dian tak berkutik sedikitpun.

"Dian..dian....bukti apa lagi, kalau tidak percaya kamu bisa lihat sendiri!"

"Hahahahahaha, kurasa semua ini sudah cukup!" Tiba-tiba ekspresi Dian berubah total.

"Apa maksudmu sih? barusan marah sekarang ketawa, apa kamu stres ya?" Echik mencoba meraba kening Dian

"Now, GAME IS OVER........!" seru Dian

"Ah Dian, jangan membuat kepalaku cenat-cenut lah, cekat-cekot lah!" Yulia mulai pusing.

"Baiklah, sudah saatnya menjelaskan kepada kalian semua.....!"

"Menjelaskan apa sih........?" Yuni bertanya dengan bingungnya.

"Kemarin, aku melihat Oming di RS,....aku mengikutinya diam-diam, sepertinya aku melihat dia menggendong seorang anak kecil berwajah pucat pasi yang hidungnya mimisan. Secara tak sengaja aku mendengar pembicaraan mereka di ruang tunggu. Kurasa aku mulai tau kalau Oming punya adik tiri yang memiliki penyakit kanker. Mereka begitu akrab dan penuh rasa kasih sayang. Mungkin mengeluarkan Oming dari misi kita, akan membuat Oming lebih sering menemani adiknya pada detik-detik terakhir sebelum ia meninggal" Kata Dian dengan panjang lebar.

"Jadi, selama ini kamu berakting?" Tanya WS heran.

"Yups, tapi terima kasih ya berkat kamu aktingku jadi sempurna haha!" kata Dian dengan senangnya kepada WS.

"Tapi, kamu terlihat sedikit kejam!" kata Yulia.

"Mungkin, hanya itu satu-satunya cara agar dia mau keluar dari misi kita!" Dian mencoba mempertegas.

"kurasa membahagiakan adiknya, dan membantu keluarga Riza sama pentingnya, tapi Dian ada benarnya juga, Sisil pasti membutuhkan Oming!" Nama itu disebutkan Putri  kepada CCP Band yang sebelumnya tak tau nama dari adik tiriku.

"Apa kita akan menjalankan misi ini tanpa Oming?" Gus de bertanya dengan perasaan kesal setelah Dian menipunya.

"Kurasa kita akan bisa menjalani ini tanpa Oming,..!" seru Dian.

Tiba-tiba, terdengar suara HP Putri.

SMS
*Tik, maafkan aku telah bersikap dingin kepadamu dan teman-teman yang lainnya. Apa kau sudah tau kalau aku punya adik tiri? Mungkin mempunyai adik tiri hanya sebuah mimpi saja!*

"Duh, mengapa dia sms kalau adik tiri hanya mimpi baginya?!" kata Putri dengan heran setelah membaca SMS dariku.

"Jangan-jangan adiknya telah...............!" Kalimat yang diucapkan Gus De terpotong oleh perkataan WS.

"Sebaiknya aku harus buru-buru memastikannya, karena jika memang adiknya kenapa-kenapa, Oming harus tetap ikut dalam misi ini, dia tak boleh salah paham kepada Dian yang telah memarahinya! Seru WS.

"Kamu benar WS, aku ikut untuk menunjukkan jalan.......!" Seru Echik yang kemudian bersama WS menuju kerumahku.

“Begini kan jadinya kalau aktris amatiran beraksi!” kata Gus De menyindir Dian.

“Sudah-sudah, kita tunggu saja kabar dari Echik dan WS!” kata Yulia.

~~~1 jam kemudian, Echik kembali ke markas CCP~~~

"Bagaimana Chik, ..........!" Yuni segera mungkin menghampirinya.

Echik hanya menggelengkan kepalanya dan berkata, "kurasa semua  ini yang terbaik untuknya"

"Memangnya ada apa chik, adiknya baik-baik saja kan?" tanya Putri yang selama sejam tadi enggan pulang kerumahnya.

"Adiknya Oming telah tiada, tapi Oming tak ingin menyelesaikan misi kita, kurasa tadi dia mengatakan akan pergi ke Shanghai nanti malam" kata Echik.

"Katanya semua tabungannya dipakai untuk adiknya?" Yuni heran.

"Kalau tidak salah, dia pergi bersama pamannya...!" kata Echik.

"Hmm, sungguh menyedihkan sekali, apakah semua mimpinya akan dibiarkan terbang begitu saja!" kata Putri.

"Ya sudahlah, toh Oming sudah membantu kita sampai sejauh ini,  lebih baik kita menyusun rencana untuk menyelesaikan misi ini sekarang..!" kata Dian.

"Hmm, apa sudah dipikirkan siapa yang akan pergi ke Korea?" tanya WS.

"Lebih baik, aku di Bali saja,...!" seru Yulia.

"Aku juga.....!" Yuni dan Putri menjawab serempak.

"Aku ke Korea saja,....! seru Echik.

"Hmm, sepertinya tiket pesawatnya lebih nih!" seru Dian.

"Loh, memangnya sudah beli? tanya WS heran.

"Iya dong, aku kan sudah mempersiapkan segala sesuatu sejak pagi tadi.....!" Kata Dian.

"Lebihnya berapa,.......?" tanya Yulia.

"1 saja, kukira Yuni akan ikut ke Korea,.....!" kata Dian.

"Ya sudah, kamu bawa saja, memangnya jam flight nya kapan?" tanya Putri.

"Nanti malam, jam 9....!" seru Dian.

"What..........? nanti malam......kenapa tidak bilang dari tadi sih, kita masih punya waktu 4 jam lagi dong, duh belum lagi harus ke salon, siapa tau ada cowok-cowok Korea yang naksir sama aku........!" Echik menjadi gelisah.

"Duh, kita kesana bukan untuk pamer kecantikan,.......!" Dian membantah.

"Ya deh, tapi ngomongnya gak usah keras-keras seperti speaker ya..hahaha!" Suasana menjadi happy.

"Ya sudah, nanti kalau sampai di Bandara Incheon sms aku saja!" seru Putri.

"Sip.....besok pagi kita susun rencana selanjutnya, sebaiknya kita cap cus untuk mempersiapkan keberangkatan hari ini,...!" Seru WS.

"Eh, Gus De, Wahma dan BJ kok tiba-tiba hilang ya?" Yulia menjadi heran.

"Palingan juga asik-asik nonton bola di dalam!" jawab WS.

"Sampai ketemu di bandara ya..!" seru Echik

~~~Airport Ngurah Rai 8.40 pm.~~~
CCP Band telah tiba di Bandara.

"Friend, Echik mana nih..tu orang lama banget dandannya!" Dian sedikit panik mengingat pesawat akan segera lepas landas.

Tiba-tiba Dian terganggu oleh sesosok orang yang membawa koper kecil dan memakai topi.

"Maaf mas, bisa minggir sedikit gak, pantatmu menghalangi pandanganku!"

"Hahahhahha, bagus sekali penyamaranmu Sob!" Seru BJ dan melepas topi orang itu.

"Oming........apa itu kamu?" Dian kaget ketika BJ membuka topiku.

"Yups........!" kataku.

"Benarkah kau akan ke Shanghai?" tanya Dian penasaran.

"Kurasa.............TIDAK!" kata itu aku ucapkan dengan penuh kesenangan dan kepuasan setelah mengetahui bahwa Dian telah berakting marah kepadaku tadi pagi.

"Loh,.....tadi bukannya Echik mengatakan kalau kamu akan ke Shanghai!" Dian menjadi bingung.

"Kurasa ini pembalasan untukmu karena kau telah marah-marah enggak jelas kepadaku tadi pagi!" kataku.

"Kamu tau dari mana.....?" tanya Dian heran.

"Tadi sore, sebelum Echik dan WS ke rumahku, Gus De sms aku dan menanyakan kabar adikku. Gus De juga menceritakan kebohonganmu selama ini. Dan kami sepakat untuk menyiapkan kejutan ini untukmu yang telah menipuku!" kataku.

"Jadi kamu berpura-pura untuk pergi ke Shanghai.......? apa ini berarti kamu akan ke Korea bersama kami....?" kata Dian dengan menahan tawanya.

"Yups........!" kataku.

"Yey.....setidaknya aktingmu lebih bagus dari Echik hahahahaha........!" kata Dian dengan girangnya.

"Heh, apa yang kau bilang itu...?" tiba-tiba Echik datang.

"Oming,......bukannya pesawat ke Shanghai sudah flight jam 8.30 ya? kenapa masih ada disini?" Echik yang tampil glamor malam ini membuat kecerian yang terpancarkan olehnya begitu maksimal.

"Ya begitulah, kurasa aku akan ikut bersama kalian...!" kataku.

"What........., berarti tadi di rumahmu akting pura-pura nangis dong....!" seru Echik.

"Hahaha, itu mah beneran,.....!" kataku.

"Yeeee.....akhirnya Oming ikut juga, untung aku menyuruh Dian membawa sisa tiketnya!" kata Echik.

"O ow........aku hanya membawa 6 tiket!" seru Dian kepanikan.

"Tenang saja, aku sudah bawa tiket ke 7, Aku memang pandai kerja sama kan, hahahaha!" Seru Gus De yang telah membantuku mengerjai Dian dan kawan lainnya.

"Ow aku jadi mengerti, berarti kamu menghilang tadi sore, karena ingin menipu aku toh" kata Dian.

"Ya iyalah, sebenarnya aku enek liat kamu marah tadi siang,.....!" Seru Gus de.

"Wah setidaknya hari ini begitu menyenangkan, walau aku yakin masih terasa sedih dihatimu kan Ming?" Kalimat yang diucapkan Echik mengingatkanku kepada kematian adik tiriku.

"Ya sudah, kurasa dia akan bahagia di alam sana, tertawa bersama gemerlapan bintang dan tersenyum bersama cahaya rembulan" kataku dengan berat hati.

"Baiklah, kurasa kita sudah siap untuk check in,....!" seru BJ.

"Ye,.....Korea, Kami datang, duh gak sabar ketemu SUJU!" Seru Echik.

Kini, kami semua menuju badan pesawat. Bergerak cepat menuju kursi empuk berwarna merah. Sesekali aku menatap keluar jendela menyaksikan garis kehitaman bertabur gemerlap bintang.  Kurasa, aku telah melihat senyuman adikku yang tak pernah berakhir dan menghilang dari pandanganku. Dia pasti bahagia melihat aku bahagia. Semua itu aku lakukan demi kau wahai adikku tercinta.

/catatan perjalanan hari ini/

Semua berlalu begitu cepat. Seperti gerakan air hujan yang jatuh dari langit. Aku harus selalu tersenyum menghadapi hari-hariku. Walau terkadang lelah, mungkin harus tetap kulakukan untuk membahagiakan orang yang aku sayangi. Berpura-pura bahagia mungkin tak salah hanya demi membahagiakan seseorang. Karena semua itu adalah mimpi yang harus kuwujudkan.
Blog, Updated at: 11:44 AM

0 komentar:

Post a Comment

1 Komentar anda sangat berarti bagi kami. Karena komentar andalah yang menjadi semangat bagi kami.

Anda bebas berkomentar, asal jangan mencantumkan link hidup pada komentar. Bagi yang mencantumkan link hidup pada komentar, dengan berat hati komentar anda akan segera kami hapus.