My Life is Dream : BAB I ( Dream Again )

Posted By Dewa Wijaya on Sunday, February 24, 2013 | 6:40 PM


SINOPSIS

Delapan tahun telah berlalu, umurku tak semuda dulu. Badan meninggi dan tubuh mulai berisi. Hari itu, bertepatan dengan hari study tour di Jawa delapan tahun yang lalu. Aku menatap setiap foto yang kubuka lewat Handphone. Tubuhku seperti terbawa ke masa itu. Bercanda, bersuka ria dan tertawa riang. Hal itu hanya dapat kurasakan dalam mimpi. Waktu memang tidak dapat dihentikan. Kodrat berkata, kehidupan harus dilalui penuh perjuangan. Selama ini, langkah demi langkah telah kulalui demi impianku. Terkadang aku berpikir, saat aku mewujudkan impian itu, akankah aku dapat bermimpi kembali. Mungkin hanya dengan bermimpi, aku bisa semangat untuk menjalani hidup ini.


Writen by Mingming Potter
Starring:
Me ( Mingming Potter )
Lingling ( only Bab I )
Riza
Putri
Jesica ( Up coming )
Dian, CCP  ( Up coming )
Yuni ( Up coming )
Yena ( Up coming )
Yulia ( Up coming )
Eka, Dayu ( Up coming )

*Keep Dreaming Yeah!!*
*NB : Mohon maaf apabila terdapat kesalahan penulisan atau ketidakrapian penulisan paragraf ( karena penulis masih belajar )

BAB I ( Dream Again )

Aliran nada perlahan menyepi. Terdengar suara daun pohon tertiup angin malam. Walau ini musim panas, hawa dingin tetap menyelimuti tubuhku. Semua itu lenyap seketika, saat tubuhku terbang menuju dunia mimpi. Rasa sakit dan lelah telah terobati.

*Keesokan harinya*
Mataku terasa berat untuk terbuka. Terdengar suara sirine dari kejauhan. Aku beranjak bangun dengan mata terpejam. Garis hitam kemerahan tetap nampak dalam pandanganku. Saat kubuka jendela, Mataku terbuka lebar disambut sang mentari. Walau ini hari minggu, terlihat kendaraan berlalu lalang yang kulihat dari kamarku di lantai 10. Jelas saja mereka mengatakan negara terpadat. Sudah hampir setahun aku bekerja disini. Ini memang impianku sejak kecil.

Hari minggu, memang saatnya untuk bersantai. Biasanya, aku pergi ke taman kota bersama rekan kerjaku. Namun hari ini tak kulakukan. Aku bergegas mandi dan mengganti pakaian. Hentakan kakiku perlahan melangkah mendekati pintu kamar mandi. Ketika hendak membuka pintu, terdengar suara berdering yang tak asing bagiku. Aku berbalik mendekati Handphoneku. Dengan cepat, aku menjawab telpon dan mengatakan halo.

"Halo, ini Lingling, aku sudah menunggumu di depan apartemenmu" jawabnya dengan cepat dan langsung memutuskan sambungan telponnya.

"Lingling, dasar kebiasaan" pikirku dalam hati.

Tanpa basa-basi, aku bergegas mandi dan mengganti pakaianku. Tak beberapa lama kemudian, penampilanku sudah rapi. Kakiku melangkah pelan menuju lift. Saat sampai dibawah, terlihat Lingling yang sedang memperhatikan jam tangannya di depan pintu apartemen.

"Ling, sudah lama menunggu?" aku berteriak dari kejauhan.

Seperti biasa, dia hanya menatapku dengan tatapan matanyanya yang tajam. Hentakan kakiku semakin cepat menuju pintu.

"Ling, maaf aku terlambat lagi!" kataku dengan lembut.

Setidaknya aku sedikit lega, bibirnya tersenyum manis seperti saat pertama kali berkencan. Spontan aku memeluknya, dan melepas rasa rindu setelah sebulan tak pernah jumpa dengannya.

"Ling, masuk kedalam saja, tidak enak diliat orang," bisikku.

Aku dan Lingling melangkah penuh dengan senyuman.

"Huh, sepertinya ini akan menjadi hari yang menyenangkan sekaligus menyedihkan bagi kita berdua," kata Lingling sambil menaiki lift menuju kamarku.

"Mengapa begitu Ling?,"tanyaku dengan penasaran.

"Aku akan ke Amerika, bulan ini,"jawab Lingling sambil memegang tanganku.

"Tidak salah ? baru sehari kita jumpa, kau sudah mau pergi lagi," kataku sambil membuka pintu kamar.

"Iya, ini demi kita berdua," tegas Lingling.

"Ya sudahlah, walau aku sedih, kalau itu memang kemauanmu aku mendukungnya saja. kamu sekolah disana?,"tanyaku kembali.

"Iya, jawab Lingling yang hendak duduk di kursi rotan.

Hentakan kakiku perlahan menuju dapur. Aku ingin membuat hari ini menjadi istimewa bersama Lingling. Sepertinya, segelas coklat panas akan membuat musim panas semakin hangat.

"Ling, Ibumu baik-baik saja kan? tanyaku sambil mengaduk coklat.

"Iya, walau sering batuk berdarah, kini keadaannya lebih baik. Ngomong-ngomong kamu buat coklat ya?," tanya Lingling.

"Hahaha, kamu tahu aja," jawabku.

"Wow, pasti enak nih," tambah Lingling.

"Tentu, siapa dulu yang buat, apalagi ditambah aroma cinta disetiap tetesnya," jawabku sambil menghantarkan coklat panas kepada Lingling.

Kebahagian itu, hanya sebentar saja. Dalam hitungan jam, kebahagian itu sirna secara perlahan. Lingling, andai saja kau tak ke Amerika, pasti aku akan mengajakmu berkencan hari ini. Entah kapan kita akan selalu bersama. Tiap hari tersenyum pada dunia dan tertawa riang menyambut hari. Aku percaya suatu hari nanti kau akan kembali lagi dalam pelukanku.

*2 Tahun Kemudian*

Ini tahun kedua aku menyendiri. Entah berapa lama Lingling akan menempuh pendidikannya. Tak ada kabar mengenai keadaannya saat ini. Aku begitu takut kalau terjadi sesuatu yang menimpannya. Bahkan, lebih takut lagi kalau dia telah melupakanku dan berpaling dengan pria lain. Terlintas dalam benakku, Lingling mengingatkanku akan Mega. Dulu, acount Facebooknya dinamai dengan nama Lingling. Selama 10 tahun ini, hidupku memang kesepian. Teman-teman SMP, SMA maupun fakultas tak sedikitpun memberi kabar. Apa mereka sudah lupa dengan tingkahku yang "alay". Setidaknya, aku sekarang bisa merasakan. Bahwa, disaat kita telah meraih impian pasti kita akan memiliki impian lagi. Tentunya para sahabatku adalah impianku saat ini.

"Sebaiknya, aku meninggalkan Shanghai dan pulang ke Indonesia,"pikirku dalam hati sambil menatap foto-foto kenanganku bersama para sahabatku. Disisi lain, aku takut Lingling sedih jika aku meninggalkannya. Aku sebenarnya, tak rela meninggalkannya. Sungguh, aku mencintaimu Lingling. Air mataku perlahan menetesi layar kaca HP. Aku perlahan melangkah menuju meja belajar. Aku melihat selebaran mencurigakan terselip dibalik buku. Ternyata, aku mengambil selembar kertas yang usang penuh dengan debu. Aku membaca kata demi kata sampai kalimat terakhir.

{Surat}
*Maaf jika aku telah menulis surat ini, aku yakin kau akan menemukan surat ini dalam jangka waktu yang lama. Aku tak bisa lupa, rak buku paling atas jarang kau sentuh. Aku menulis surat ini, karena aku harus mengatakan isi hatiku yang sebenarnya. Maaf sebelumnya jika aku berbohong untuk pergi ke Amerika. Sebenarnya, hatiku telah berpaling dengan pria lain. Kuharap kau bisa bahagia tanpa aku.*

"Lingling, kenapa kamu tega kepadaku, Kenapa kau tak katakan dari dulu saja, apa penantianku ini tak berarti untukmu,"pikirku dalam hati. Aku duduk termenung menatap keluar jendela. Menyaksikan alunan desah yang begitu mengganggu. Perlahan menyepi kian meninggi. Merasakan perih terkikis api neraka. Tetesan air mata perlahan membasahi lekuk wajahku. Mungkin, Tuhan telah menjatuhkan pilihannya kepadaku. Aku harus meraih mimpi untuk bertemu kawan lamaku. Walau ini berat, aku akan tetap mencintaimu selalu, meski aku bukan milikmu lagi. Lingling, tetaplah tersenyum, kau akan selalu menjadi mimpi dalam tidurku.
Blog, Updated at: 6:40 PM

0 komentar:

Post a Comment

1 Komentar anda sangat berarti bagi kami. Karena komentar andalah yang menjadi semangat bagi kami.

Anda bebas berkomentar, asal jangan mencantumkan link hidup pada komentar. Bagi yang mencantumkan link hidup pada komentar, dengan berat hati komentar anda akan segera kami hapus.